17.6.08

Pentingnya bertetangga



Berawal dari satu cerita seorang let say.. R- soal kejadian yg cukup tragis yang menimpa Ibunya dirumah. R dan keluarganya udah tinggal dirumah itu dari tahun 70-an. Lingkungan rumah semi komplek. Ga seperti perumahan komplek yang 24 jam di awasi security dengan ketat. Tapi banyaknya anak muda yang sering ‘nongkrong’ disekitar rumah malah bisa menggantikan fungsi security / hansip saat ada kejadian di lingkungan sekitar. Hubungan dengan tetangga juga udah deket banget. Lebih dari saudara sendiri yang bahkan R menggil mereka Pakde dan Budhe. Begitu R dan saudara2nya dewasa dan berumah tangga, mereka keluar dari rumah untuk pindah. Begitu juga anak2 muda yg biasa nongkrong di sekitar rumah. Lingkungan sekitarpun jadi sepi. Cuma abang, dan kedua orang tua serta 2 pembantu rumah tangga yang masih tinggal disana. Suatu siang ayahnya mau pergi ke masjid di belakang rumah. Kebetulan rumah R punya dua akses, krn rumahnya panjang sampai ke dibelakang. Ayahnua keluar melalui pintu belakang dan di gembok setelahnya. Tapi posisi gembok di pasang di bagian luar pager. Rupanya dari situ mungkin ada seseorang yang memperhatikan rumah. Ga lama kemudian 2 orang yang ga dikenal masuk kerumah R. Orang2 tersebut ternyata tidak mengetahui kalau ternyata di dalam rumah masih ada orang, yaitu Ibu R. Pembantu yang tadinya ada di ruangan atas menemukan Ibu R sudah tergeletak dan penuh darah. Mereka minta pertolongan ke tetangga2 sekitar. Tetangga sebelah rumah yg biasa dipanggil pak’de & budhe oleh R masih sempat membantu Ibu R untuk di beri minum, dan menceritakan kejadian yg baru aja dia alami. Rupanya waktu Ibu R mencoba teriak, para perampok itu membekap mulut Ibunya dan saat si Ibu melakukan perlawanan, mereka ga segan2 memukul dgn benda tumpul. Bahkan bagian kepala sempat di bacok.

Serem yah... amit2 jgn sampe terjadi sama kita yah..

Cerita tadi yang akhirnya menjadi topik yang di bahas di sebuah Morning show salah satu radio di Jakarta. Cerita tadi juga ‘nyambung sama pengalamannya Steny-si Radio Announcer. Dia baru pindah rumah dan menurutnya lingkungannya cenderung sepi. Dan bukan komplek yang sering di jaga para security. Tadinya dia berpikir menyenangkan sekali tinggal di area rumah yang sepi, ga berisik, tenang, bisa istirahat. Tapi semua itu ga terbukti. Ternyata ada rumah tetangga nya yg disatronin orang asing juga, dan ‘maen’ sama pembantunya. *ah..klo ini sih emg pambantunya aja yang gatel*. Gara2 cerita ini, akhirnya pembahasannya berlanjut deh. Seperti apa lingkungan rumah kita? Kenalkah kita sama tetangga? Atau ketua RT-nya? Penting sekali kita membina hubungan baik sama tetangga. Bener banget apa yang di bilang R tadi di atas, tetangga itu saudara terdekat kita. Kalau terjadi apa2 sama kita tetanggalah yang lebih dulu pro aktif membantu kita. Terbukti di lingkungan tempat tinggal orang tua gue. Kami, gue dan ortu tinggal disana sudah lebih dari 20 tahun. Tetangga terdekat disana sudah seperti keluarga sendiri. Dari mulai keluarga gue tertimpa musibah, sampai megurus pernikahan gue, mereka ikut terlibat. Sikap spontan yang sering tetangga lakukan juga patut kita hargai. Walopun sekedar menanyakan "semalam kemana, kok lampu luar nggak nyala mbak?" pertanyaan yang sepele, namun artinya sebuah atensi yang besar, bukan?





Sekarang ini gue dan swami tinggal dirumah yg memang lingkungannya terbilang sepi. Memang komplek perumahan. Nyaman sekali buat istirahat. Jauh dari kebisingan, polusi, dsb. Tapi ngeliat kejadian diatas jadi bikin sedikit ngeri juga. Harus bener2 waspada. Alhamdulilah.. yang gue tau system keamanan disana sangat terkodinir. 1 jam sekali satpam naik motor keliling komplek. Dan sekarang ini mereka menyebarkan ke semua warga nomor2 penting yang bisa di hubungi di pos dan nomor2 telfon masing2 satpam apabila melihat / terjadi sesuatu. tapi soal kita tetangga, JUJUR masih banyak yang belum gue kenal. Kecuali sebelah kanan & kiri rumah, juga ketua RT. Jangankan ikut kegiatan ibu2 rumah tangganya (senam, arisan, pengajian) ketemu pun cuma selintas. Misalnya saat papasan mau pergi kerja. Tegur sapa seadanya aja “mari pak..mari bu..” *sambil ngangguk kepala tanda permisi*.


Ketika gue dan swami pulang, keadaannya udah sepi lagi. DULU gue suka miris ngeliat kehidupan para pekerja kantoran yang waktunya lebih banyak habis di luar rumah. Apalagi jarak rumah ke kantor yang cukup jauh. Kena macet. Rela antri busway. Atau, sewaktu belum ada Trans Jakarta, mereka rela lari mengejar Bis. Ber-jam2 nunggu di halte bus, keujanan pula. Belum lagi yang tinggal di pinggiran Jakarta. Butuh waktu 2 jam bahkan lebih menuju ke kantor. Sehingga mereka harus pergi di saat masih gelap, dan pulang pun-untuk menghindari macet-agak larut malam.

Tapi ternyata.. SEKARANG gue mengalaminya. *sigh*

Life is about to struggle. Susahnya yah cari duit….

Aduh, gue jadi ngelantur nih. Hehe.
Anyway, yang bisa kita lakukan sekarang ini adlh lebih peka terhadap hal2 yang bisa mengundang kejahatan. Bersikap lebih waspada di setiap kesempatan bahkan dirumah sendiri yang kita anggap aman sekalipun.

Ya Allah.. kami titip rumah kami, harta benda kami yang engkau amanatkan. Apapun bisa saja terjadi atas kehendakmu.. namun kami berusaha menjaga semua yang engkau amanatkan, maka jauh kan kami dari segala mara bahaya.. amiin

Mudah2an kelak ada satu momen dimana gue dan swami ber-kesempatan untuk melakukan kegiatan bersama degna tetangga2 sekitar.

No comments: