11.1.08

Hope it wouldn't be long...

10.1.08

Sebelum gw jabarin judul posting gw kali ini, simak dulu aja artikel dibawah ini.

Unexplained fertility

kini penyebab unxeplained infertility mulai terkuak seiring berkembangnya ilmu pengetahuan. Sebab-sebab unxeplained infertility yang telah diketahui antara lain adalah akibat adanya antibodi atau imunologi reproduksi. Hal ini dapat terjadi pada istri yang alergi terhadap sperma suami. Akibatnya, sperma ditolak sel telur (ovum), sehingga tidak pernah terjadi pembuahan.
Ada juga antibodi yang dihasilkan tubuh suami sendiri, sehingga sperma yang dihasilkan dihancurkan atau dilemahkan kemampuannya karena dianggap benda asing.

Selain imunologis, penyebab unexplained infertility juga bisa dari genetik. Gangguan gen pada kromosom Y, dapat mengakibatkan pembentukan sperma terganggu. Kromosom Y mengalami delesi (lengan panjang), sehingga sperma menjadi sedikit atau oligospermi, yaitu jumlahnya kurang dari 20 juta sperma/ml atau bahkan tidak ada sama sekali alias azoospermi.
Selain itu, adanya gangguan gen porin, yaitu gen yang mengatur penyaluran energi berupa ATP (adenosin tri phosphate), mengakibatkan sperma tidak dapat bergerak dengan gesit dan mengalami kesulitan saat membuahi sel. Kelainan pada gen juga dapat menyebabkan penyumbatan saluran sperma dan mengakibatkan terjadinya kista.

Imunologi reproduksi

Pada sistem reproduksi terdapat sistem kekebalan. Pada perempuan, sistem kekebalan berperan penting dalam menjaga janin. Dengan adanya sistem kekebalan, proses perkembangan janin dapat berlangsung baik dan kebal akan berbagai infeksi. Tetapi pada beberapa perempuan ada juga yang memiliki antibodi antisperma. Akibatnya, ketika memasuki tubuh, sperma dihancurkan oleh antibodi antisperma tadi sehingga terjadi kegagalan pada saat pembuahan.

Perempuan, memang tidak memiliki unsur antigen, seperti halnya pada sperma atau komponen plasma semen. Namun, pada saat perempuan mulai berhubungan seksual dengan pria, dalam tubuhnya akan terbentuk antibodi antisperma terhadap antigen sperma. Pada tingkat tertentu antibodi masih dapat ditembus oleh sperma yang bagus kualitasnya dan dapat mengakibatkan kehamilan.

ketidakmampuan pembuahan dapat pula disebabkan ketidakcocokan secara seluler antara sperma dan sel telur. Karena itulah harus dilakukan upaya untuk mencocokkan agar tidak terjadi penolakan.
Untuk mengatasi adanya antibodi terhadap sperma dapat dilakukan beberapa terapi, antara lain dengan terapi kondom ataupun pemberian obat-obatan imunologis sejenis kortikosteroid, juga terapi imunosupresif atau menekan reaksi imun.

Pada terapi kondom, suami dianjurkan untuk menggunakan kondom pada saat berhubungan seksual selama 3 hingga 6 bulan. Diharapkan selama itu antibodi pada tubuh istri dapat menurun dan tidak lagi terdapat pada organ reproduksi. (psst.. gw udah coba diminta jalanin terapi ini, tp kok.. ga ngenakkin ya bo, hihihie..)

PLI (Paternal Leukocyte Immunization)

Jika upaya terapi kondom dan pemberian obat-obatan tidak juga membuahkan hasil, dapat dilakukan terapi lain yaitu PLI (Paternal Leukocyte Immunization) atau imunisasi lekosit (darah putih) suami. PLI merupakan suatu bentuk terapi imunologi yang disebut imuno terapi dengan menggunakan sel imuno kompeten atau sel yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Pada PLI yang dimanfaatkan adalah sel darah putih (lekosit) suami. Ada beberapa keuntungan lebih yang didapat dari PLI ketimbang obat-obatan imunosupressor, yaitu lebih baik dan lebih selektif, tidak menurunkan sistem imun tubuh secara keseluruhan, dan hanya menurunkan kadar antibodi antispermatozoa terhadap spermatozoa suami.

Sesungguhnya tubuh manusia memiliki sistem kekebalan yang akan menolak segala sesuatu dari luar. Virus, bakteri, termasuk sperma merupakan benda asing bagi tubuh. Namun, penolakan ini ada yang bisa ditoleransi (fetomaternal toleransi) dan ada yang tidak. Pada ibu dengan kemampuan toleransi yang baik maka sel telurnya dapat dengan mudah bertemu sperma sehingga terjadilah pembuahan. Sebaliknya, tubuh yang tidak memiliki kemampuan toleransi baik (memiliki antibodi antispermatozoa yang tinggi) akan menolak setiap sperma yang masuk.

Nah, untuk meningkatkan kemampuan toleransi itulah PLI diberikan sebelum konsepsi berlangsung. Dari situ diharapkan antibodi antispermatozoa dalam tubuh ibu akan mencapai batas normal dan tidak menolak lagi sperma suami. Pemberian terapi minimal 3 kali dengan jarak 3 sampai 4 minggu. Serum yang berisi sel darah putih suami akan disuntikkan di bagian bawah kulit ibu. Setelah terapi, pasien disarankan untuk melakukan penilaian ulang uji imunoandrologi. Bila hasilnya telah mencapai batas normal maka tidak perlu dilakukan terapi kembali. Jika belum, dapat dilakukan terapi ulangan hingga mencapai batas normal.

Manfaat PLI ini juga dapat dirasakan ibu yang kerap mengalami keguguran berulang atau kehamilan tidak berkembang. Itu karena fungsi lain PLI adalah meningkatkan antibodi penghambat (blocking antibody) pada tubuh ibu. Antibodi penghambat yang terbentuk saat hasil pembuahan melakukan kontak dengan darah ibu berguna untuk melindungi janin terutama pada trimester pertama atau usia 12 minggu kehamilan. Nah, ibu dengan antibodi penghambat yang rendah akan berisiko mengalami keguguran atau janin tidak berkembang (cacat) karena tubuhnya tidak dapat melindungi janin dengan baik. Untuk kasus seperti ini, maka terapi PLI akan diberikan setelah terjadi konsepsi hingga usia kehamilan 12 minggu. Tujuannya untuk meningkatkan antibodi penghambat sehingga memperkecil risiko keguguran atau kehamilan tidak berkembang

Sebelum PLI dilaksanakan ada beberapa saran yang diberikan:

* Sebelum dilakukan pengambilan sel darah putih, kondisi suami harus benar-benar dalam keadaan sehat. Suami hendaknya sudah melakukan uji pra-ILS (untuk memastikan bebas HIV, hepatitis, dan penyakit menular lain). Jadi kondisi fisiknya memang benar-benar sehat.

* Bagi ibu, sebelum pelaksanaan terapi, hindari makanan yang dapat menyebabkan alergi, seperti golongan makanan seafood. Ini perlu meski ibu tidak memiliki riwayat alergi terhadap makanan karena dikhawatirkan dapat menyebabkan kegagalan imunisasi.

No comments: