10.6.13

Welcome, 30!



Sebagian temen temen yang pernah ngikutin blog gue beberapa tahun lalu mungkin inget gue pernah menjalani program kehamilan.
Tapi mungkin sebagian lagi, ada yang belum tau. 

Gue menikah 5 November 2006. 
Setahun menikah belum kunjung hamil. Atas inisiatif sendiri akhirnya gue menemui dokter. 
Hasil diagnosanya, diantaranya, gue mengalami kelainan di alat reproduksi yaitu Endometriosis.

Endometriosis adalah kondisi di mana ditemukan bercak-bercak jaringan endometrium yang tumbuh di luar rahim. Bercak ini awalnya terlihat seperti kelainan kecil di sekitar pembuluh darah dengan lesi berwarna merah jernih. Pada perkembangan lebih lanjut, semua lesi sedikit demi sedikit mulai berdarah, terutama saat menstruasi. Dalam upaya tubuh untuk menyembuhkan diri sendiri, luka-luka ini memagari diri dan terlihat seperti bekas luka mesiu. Lama kelamaan luka-luka ini sembuh dengan meninggalkan parut yang dalam. Namun selama proses ini, Endometriosis mengganggu fungsi reproduksi dan menyebabkan INFERTILITAS (kemandulan).

Apa gejalanya? Kram hebat di perut bagian bawah dan nyeri luar biasa juga terasa di panggul kiri sampai ke betis. Jangankan berjalan.. Dari posisi duduk atau tidur itu gue butuh beberapa saat sampai akhirnya bisa bangun. Persis manula -__-*
Setiap bulan selama 2 hari gue harus menderita karena nyeri hebat tersebut.

Berkat rekomendasi seorang teman gue akhirnya menemui Prof. Ichramsjah Abdulrahman di RSIA Budi Jaya dan menjalani rangkaian pengobatan untuk menanggulangi si Endomentriosis.
Mulai dari operasi pengangkatan kistanya, terapi hormon, stimulasi telur, HSG (pemeriksaan untuk mengetahui jika ada sumbatan di jalan rahim) sampai Inseminasi (pembuahan buatan di mana sperma disuntikkan langsung ke dalam vagina).


Namun hasilnya.. Alhamdulillah masih nihil :)



Hampir 3 tahun lamanya, secara intens, gue menjalani program kehamilan.
Sampai suatu hari akhirnya gue mulai jenuh. 
Jenuh ke dokter. Jenuh minum vitamin. 
Jenuh disuntik panggulnya (terapi hormon) karena efek tiap abis disuntik panggul gue rasanya puegggel minta ampun. 
Jenuh di USG. Jenuh ngitung masa subur. 
Jenuh karena tiap mau bercinta rasanya kayak punya kewajiban sehingga bercintanya gak enjoy. Jenuh berharap harap cemas di pagi hari waktu mau tes urine.
Jenuh beli testpack. 
Pokoknya.. JE-E-JE.. EN-U-NU....HA!.. JE-NUH.


Gue sampaikan perasaan gue ke suami dan dokter gue. 
Gue memutuskan ingin 'istirahat' sementara dari semua program. 
Suami dan dokter setuju dan mendukung keputusan gue.
"Take your time, Isty. Stay strong. Stay happy. Lepasin semuanya. Siapa tau setelah ini justru hamil.Good luck!" Pesan si Prof.


Hari hari gue berjalan normal.
Ngantor, bergaul, ngantor, bergaul. 
Sesekali gue dan suami pergi liburan. Keluar kota, luar negeri, yang belum cuma keluar planet. 
Sempat disibukkan dengan renovasi rumah yang sampai mengharuskan gue dan suami ngungsi ke rumah mertua selama hampir setahun. 
Lalu kemudian ada kejadian menyedihkan. 
Bokap gue terkena stroke 2 hari menjelang lebaran dan 2 hari setelah lebaran gue harus kehilangan Bokap gue untuk selamanya. 
Sedih luar biasa. Gue belum ngasih cucu buat almarhum :((

Awal tahun 2011 gue memutuskan untuk resign dari pekerjaan. 
Salah satu yang menjadi alasannya, ya, karena gue ingin fokus sama kesehatan.
Sayang memang. 7,5 taun gue kerja di kantor itu.. 
Udah serba nyaman. 

Sebetulnya selama masa rehat dari program, secara fisik gue merasa baik-baik aja.
Siklus mens juga teratur. Gak pernah lagi merasakan nyeri seperti yang gue ceritain di atas.
Sayang, kondisi tersebut gak berlangsung lama. 
Gue kembali merasakan keanehan di sekitar perut bagian bawah. 
Padahal waktu itu gue lagi gak mens. 
Tapi ada rasa nyeri nyeri kecil yang lama kelamaan bikin gue gak nyaman. 
Sakit sih enggak. Tapi ganggu!

Awalnya gue cuek. Mungkin cuma kecapekan. 
Tapi firasat gue mengatakan, kayaknya ini gejala Endometriosis. 
Lama lama gue gemes dan penasaran. 
Akhirnya gue memberanikan diri lagi untuk periksa ke dokter. 

Melalui banyak referensi gue menemu dokter yang mudah dijangkau dulu. 
Bukan ke dokter yang biasa menangani masalah gue. 

FYI, dr. Okky ini ganteng deh. Semangat bener gue ketemu dia.
Rasanya gimanaaaa gitu diperiksa sama Obgyn ganteng :)))))

Pasien gatel..

Lanjut ah.


"............................" Si dokter nampak nyureng.
"Wah, mbak, endometriosisnya besar sekali"
"Berapa besar, dok?"
"Sebentar... Wow, 7cm lho ini! Cukup besar!"
"Harus segera dioperasi kalau mau cepat hamil"


Pusing lagi aja. Gue harus operasi untuk yang kedua kalinya. Kemudian mikir........



Gak terasa udah 6 bulan gue jadi pengangguran. Mulai mati gaya. 
Gue ingin beraktivitas lagi. 
Gue rembukan sama suami. Suami setuju. 
Boleh kerja asal pilih kantor yang dekat dengan rumah.
Rejeki berpihak pada gue. 
Gak lama setelah gue rembukan sama suami, Priesta, teman lama gue BBM nanya kabar.
Priesta itu temen gue di kantor lama. Sekarang dia kerja di telco industry.
Gue lalu di interview 1x dan 2 minggu kemudian gue langsung di terima.
Gue ambil kerjaan ini karena pertimbangan jarak dari rumah ke kantornya deket.
Sekarang udah mau 2 tahun gue kerja di kantor ini.

Nah.. perihal diterima bekerja kembali ini lah yang bikin gue mangkir dari perintah dr. Okky untuk operasi.
Setelah operasi gue gak diperbolehkan beraktivitas minimal 3 minggu.
Tapi kan, gak mungkin, karena sekarang gue karyawan baru.
Resikonya gue semakin didera penderitaan datang bulan.
Semakin kemari, semakin parah rasanya.

Akhirnya gue kembali menemui dokter. Dr. Ahmad Mediana SpOG, adalah dokter yang pernah menangani gue selain Prof Ichram.
Syukurnya, dr. Ahmad masih kenal gue. 
Malah dia kira gue udah punya 2 anak.. Saking lamanya absen dari program :))

Satu kali hadir gue cuma konsultasi mengulang riwayat perjalanan program terdahulu. 
Lalu USG transvaginal, tapi hasilnya belum maksimal. 
Gue diminta datang lagi di hari ketiga menstruasi.
Bulan berikutnya, mens hari ketiga gue kembali.
USG transvaginal.
Sambil terus bertanya seputar gejala yang sering gue rasain, dr. Ahmad meriksa lewat USG.. agak lebih lama dari biasanya...

USG selesai.

Dr. Ahmad kembali ke mejanya dan bersiap menjabarkan hasil diagnosanya.

Sambil nyiapin secarik kertas dan pulpen, dr. Ahmad tanya umur gue.

"Umur berapa sekarang Isty?"

"Juni nanti, 30 dok"

"Hmm.. Masih cukup muda kok.."

Dr. Ahmad mulai menjelaskan diagnosa sambil ngasih ilustrasi gambar supaya gue ngerti.
Itu yang gue suka dari dokter ini. Dokter yang enak diajak ngomong.
Kalau konsultasi lebih kayak ngobrol. Sabar. Telaten. 
Dan caranya menjelaskan hasil diagnosa itu mudah dimengerti.

Hasil diagnosanya, Endometriosis gue masih "bersarang" di luar rahim. 
Tapi ukurannya berkurang dari yang dulu 7cm, sekarang cuma 3cm.
Aman? Tentu belum.
Selain itu ada juga kista yang posisinya berada di dekat Endometriosis.. Besarnya berapa, gue lupa.
Lalu yang menegangkan...

Ada temuan baru.

Sebelum dr. Ahmad melanjutkan penjelasannya, dia minta supaya gue untuk rileks.
"Kita bahas dan sikapi masalah ini secara positif ya, Isty. Sabar.. dan selalu berbesar hati. Semua pasti ada jalan keluarnya". Kata si dokter.

Gue cukup santai. Begitu juga dengan suami.

Dinding rahim gue mengalami penebalan (Adenomyosis). Penebalannya kurang wajar.
Umumnya, wanita yang sedang menstruasi mengalami penebalan dinding rahim. 
Tapi tebalnya gak lebih dari 2mm. Begitu seinget gue.
Tapi yang gue alami, penebalan di dinding rahim gue tebalnya mencapai 4mm.
Kelainan itulah yang menyebabkan gue menderita setiap bulannya.
Dan selama gue masih menstruasi, gue akan selalu menderita.
Karena kelainannya memang bereaksi di saat kita mengalami menstruasi.


Lalu dr. Ahmad mulai menjelaskan ke tahap penanganan Adenomyosis.

Ada 2 cara agar bisa terbebas dari penderitaan Adenomyosis.

1. Pemberian obat obatan (gue lupa istilah obatnya) tapi efek dari pemberian obat obatan tersebut akan mengakibatkan suatu keadaan seperti menopause dan penghentian fungsi indung telur secara lengkap sehingga gue berhenti menstruasi. Terapi hormon progesteron dan pil KB gak terlalu  efektif, karena khasiatnya bersifat sementara.

2. Pembedahan.
Adenomyosis bukan sebangsa tumor. Kalau tumor bisa diangkat tanpa mengganggu jaringan lain. Sebaliknya, Adenomysis bukan suatu tumor dengan batas yang jelas, tetapi lebih ke arah pembengkakan lokal dari dinding rahim. Jadi sangat tidak mungkin untuk mengangkat jaringan yang terkena adenomyosis tanpa mengangkat jaringan otot rahim. 
Maka dari itu harus dilakukan HISTEREKTOMI atau OPERASI PENGANGKATAN RAHIM. Dan meskipun hanya sebagian rahim yang diangkat tetapi dengan begitu gue TETAP gak bisa hamil.


Gue, suami dan dr. Ahmad kemudian terdiam.




"Gue terancam gak bisa hamil..."



Ooh, begini rasanya disamber petir di tengah hari bolong, tanpa angin, tanpa hujan..




...............................................................





Setelah semua penjelasan gue dapet dan gue ngerti, gue pamit.


Dr. Ahmad menutup kalimatnya "Saya ini cuma dokter, cuma manusia biasa, ada yang lebih hebat dari saya, yaitu Allah SWT. Semua kita kembalikan sama Allah. Dia bisa merubah segalanya, Isty. Kita usahakan terus. Jangan berenti di sini. Isty sabar, stay happy, stay healthy. Penting Isty untuk happy dan healthy. Supaya bisa terus optimis. Saya bantu sampai selesai kok".


Alhamdulillah. Gue punya dokter yang sabar, bijaksana dan baik hati. Gue melangkah keluar ruangan praktek dengan gontai.


Suami menyelesaikan administrasi ke kasir. Sementara gue pamit ke toilet.

Pecah tangis gue di dalem toilet.
Tapi ga bisa lama lama. Malu dong banyak orang. :)
Selesai dari toilet gue dan suami masuk ke mobil bergegas pulang.
Susah payah gue nahan diri untuk gak nangis.
Akhirnya... baru 500m dari klinik gue nangis lagi. 
Suami pun ternyata gak bisa lagi tahan untuk gak nangis. 
Sambil memeluk gue, Andri menyemangati gue dengan kalimat kalimat positif.
Meskipun hati ini sakit nerima kenyataan tapi gue sadar gue harus kuat.


6,5 tahun (Nov 2013 nanti genap 7 tahun) menikah dan kami belum pernah dihampiri masalah yang berat dalam berhubungan sampai akhirnya kami harus nerima kenyataan ini. 

Maka inilah kenyataan terberat untuk kami.
Semula gue pikir gue sehat. 
Gue ga ngerokok. Ga ngedrugs. Ga minum. Pasti gue subur.
Tapi ternyata hidup selalu gak selalu menyenangkan isinya. 
Harapan dan kenyataan punggung punggungan. 
Kayak orang musuan ye :p
Tapi gue yakin, sangat yakin, banyak hikmah yang bisa diambil.
Mungkin, dengan menerima pelajaran ini, Tuhan ingin kami menjadi pasangan yang lebih matang secara moril dan spirituil. Gimanapun keadaannya, segenting apapun situasinya, pasti selalu ada sesuatu yang bisa disyukuri. Gue kalau lagi susah selalu usahakan untuk lebih membuka mata ke keadaan sekitar. Dan  benar. Ternyata di luar sana masih banyak orang yang masalahnya jauh lebih berat dari apa yang gue alami.
Dari situ gue merasa utuh lagi sebagai manusia.
Dan dari situ gue stop bersedih.
Kalau gue sedih terus, kapan gue usaha untuk hamilnya?
Hehehe..

1 Juni kemarin gue genap berusia 30.


Edan juga ya ini ujiannya  :)))


Duh, maaf ya pemirsa, postingannya sedikit drama kali ini.

Terima kasih udah membacanya. 
Mudah mudahan ada manfaat yang bisa diambil dari cerita gue.